Stabilitas Harga di Tengah Transisi Energi dan Tekanan Pangan
- Rekor Produksi dan Stok Beras Global Tekan Harga Dunia, Namun Tidak Tersalurkan ke Pasar Domestik Indonesia
Produksi beras global 2024/25 diproyeksikan mencetak rekor 543,6 juta ton yang mendorong penurunan harga beras internasional. Namun, penurunan harga ini belum sepenuhnya ditransmisikan ke pasar domestik Indonesia. Sementara itu, panen raya domestik menyebabkan tekanan harga di tingkat petani, NTP petani turun didorong oleh stagnasi harga jual gabah (GKP) dan kenaikan biaya hidup. - Harga Minyakita Melewati HET dan Kenaikan Pungutan Ekspor CPO Berisiko Tekan Petani di Tengah Keuntungan Hilirisasi dan Fiskal
Harga Minyakita nasional mencapai Rp17.365/L pada Mei 2025, melampaui HET Rp15.700. Sementara itu, kebijakan menaikkan Pungutan Ekspor (PE) CPO dari 7,5% ke 10% berpotensi menimbulkan berdampak negatif pada petani sawit. Di sisi lain, produsen hilir diuntungkan oleh bahan baku lebih murah dan subsidi biodiesel. Secara fiskal, kebijakan ini memperkuat dana BPDP dan penerimaan negara, namun efeknya ke kesejahteraan petani dan harga konsumen masih perlu dicermati. - Dampak Global Terhadap Produksi, Impor, dan Pertumbuhan Daerah Perlu Diantisipasi
Tekanan global dan peralihan fase produksi menyebabkan penurunan produksi dan ekspor tembaga serta batu bara pada kuartal I 2025. Imbasnya, Papua Tengah dan NTB menjadi provinsi yang mengalami kontraksi ekonomi akibat ketergantungan pada sektor pertambangan. Di sisi lain, wacana pengalihan impor minyak dari Timur Tengah ke AS menimbulkan tantangan logistik baru. Oleh karena itu, strategi diversifikasi ekonomi daerah dan penguatan logistik energi nasional menjadi kebutuhan. - Ketimpangan Ekonomi Energi dan Pertambangan Masih jadi Tantangan Struktural
Meskipun RUPTL 2024–2033 menandai pergeseran menuju energi bersih dengan dominasi rencana pembangkit berbasis EBT, ketimpangan tarif dan biaya pokok produksi antara PLTU dan EBT masih menciptakan hambatan kompetitif. Sementara itu, ketergantungan fiskal pada sektor pertambangan menunjukkan tekanan struktural dengan realisasi PNBP yang terkontraksi tajam pada April 2025. Transisi energi dan pemulihan pendapatan negara dari SDA menuntut regulasi yang lebih progresif serta dukungan fiskal untuk memperkuat daya saing EBT dan mengatasi fluktuasi harga komoditas global.