Pertumbuhan Melambat, Anggaran Mengetat

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 mencapai 5,03 persen, melambat dibanding tahun sebelumnya dan lebih rendah dari target APBN 2024 sebesar 5,2 persen. Pemerintah merespons dengan menerbitkan Inpres No. 1 Tahun 2025 untuk efisiensi belanja negara sebesar Rp306,69 triliun. INDEF merekomendasikan agar hasil efisiensi anggaran dialokasikan untuk mendorong produktivitas di sektor industri, swasembada pangan, dan UMKM, serta mempercepat penciptaan lapangan kerja guna meningkatkan daya beli masyarakat. Selain itu, peningkatan kerja sama internasional perlu segera dioptimalkan untuk mendongkrak investasi dan ekspor.

Meskipun konsumsi rumah tangga dan investasi tetap menjadi motor utama pertumbuhan, keduanya mulai melemah akibat daya beli yang menurun, kelas menengah yang berkurang, serta deflasi yang berlangsung lima bulan berturut-turut. Ironisnya, anggaran besar untuk perlindungan sosial tidak mampu secara efektif memperkuat daya beli masyarakat. Selain itu, investasi dalam Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) belum signifikan dalam menciptakan lapangan kerja, sementara daya saing industri dan perdagangan stagnan. Oleh karena itu, kebijakan investasi perlu diarahkan ke sektor industri padat karya berorientasi ekspor dan hilirisasi komoditas strategis untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.

Kebijakan moneter yang ketat sepanjang 2024, termasuk kenaikan BI rate dan penerbitan SRBI, menyebabkan distorsi di pasar kredit dan fiskal, mengurangi likuiditas bank dan memperlambat pertumbuhan kredit. Pemerintah juga perlu mempertimbangkan realokasi anggaran hasil efisiensi ke sektor dengan dampak ekonomi besar, seperti program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang jika dikelola dengan baik dapat memberdayakan UMKM, mendorong sektor pertanian, dan menciptakan lapangan kerja baru. Dengan tata kelola yang lebih baik, program ini bisa memberikan efek berganda bagi perekonomian nasional.

Bagikan

Penulis

Video

Media Terkait