Perang Dagang dan Guncangan Pasar Keuangan

Diskusi Publik INDEF bertajuk “Perang Dagang dan Guncangan Pasar Keuangan” yang digelar pada 17 April 2025 membahas memanasnya kembali ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok akibat kebijakan proteksionis Presiden Donald Trump. Kondisi ini memicu gelombang ketidakpastian global yang berdampak luas, mulai dari koreksi tajam pasar saham AS, pelemahan dolar, hingga peralihan dana investor ke aset safe haven seperti emas, yen, dan franc Swiss. Indonesia pun terdampak cukup signifikan, dengan depresiasi rupiah mencapai 8% dalam setahun, cadangan devisa yang menipis, serta tekanan di sektor keuangan dan pasar modal.

Eko Listiyanto (Direktur Pengembangan Big Data INDEF) menekankan pentingnya Indonesia menjaga hubungan jangka panjang dan seimbang dengan AS maupun Tiongkok, serta mendorong penguatan stabilitas ekonomi melalui peningkatan upaya stabilisasi, optimalisasi perdagangan regional, dan penyesuaian target pembangunan agar lebih realistis.

Sementara itu, Abdul Manap Pulungan (Peneliti Pusat Makroekonomi dan Keuangan INDEF) menyoroti dampak perang dagang terhadap FDI, perdagangan, dan fiskal. Potensi limpahan barang dari China ke pasar Indonesia dinilai berisiko memperlemah neraca perdagangan. Ia juga mencatat lonjakan Credit Default Swap (CDS) Indonesia serta meningkatnya yield SBN yang memperbesar beban fiskal di tengah pelemahan penerimaan negara. Dari sisi pasar keuangan, tren flight to quality semakin nyata, seiring tingginya Volatility Index dan ketatnya likuiditas global.

Iman Sugema (Ekonom Senior INDEF) menyoroti gaya kepemimpinan Trump yang tidak konsisten dan oportunistik, serta menyebut bahwa kebijakan tarif justru lebih banyak merugikan rakyat AS sendiri. Ia menekankan pentingnya Indonesia bersikap strategis dan menjauhi eskalasi konflik, dengan mengutamakan diplomasi ekonomi yang bermartabat. Selain itu, penguatan literasi investasi publik juga dianggap krusial agar masyarakat tidak mudah terjebak pada sentimen politik jangka pendek seperti FOMO atau panic buying. Diskusi ini menyimpulkan bahwa perang dagang membawa risiko besar bagi stabilitas ekonomi Indonesia, dan pemerintah perlu respons yang terukur dan berorientasi jangka panjang.

Bagikan

Penulis

Video

Media Terkait