Center for Sharia Economic Development (CSED) INDEF menggelar diskusi publik bertema “Overview Ekonomi Ramadhan” untuk membahas dinamika ekonomi syariah selama bulan Ramadhan 2025. Prof. Nur Hidayah, Kepala CSED INDEF, membuka diskusi dengan menyoroti paradoks ekonomi syariah di Indonesia, di mana penghimpunan zakat dan wakaf meningkat namun belum mencapai potensi optimal. Hal ini terjadi di tengah tingginya tingkat kemiskinan dan gini ratio yang masih mencolok. Tantangan utama yang dihadapi meliputi rendahnya literasi keuangan syariah, manajemen Ziswaf yang masih tradisional, minimnya insentif fiskal bagi muzakki, serta kurangnya pemanfaatan teknologi. Untuk mengatasi tantangan tersebut, dibutuhkan transformasi digital melalui pemanfaatan teknologi seperti blockchain dan smart contract guna meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, serta pemberian insentif pajak untuk muzakki dan investor wakaf. Selain itu, diperlukan penguatan regulasi zakat, optimalisasi digitalisasi pengumpulan dana, serta edukasi zakat yang terintegrasi dalam sistem pendidikan.
Sementara itu, Dr. Abdul Hakam Naja menyoroti lonjakan harga emas global yang meningkat hampir 40% dalam setahun terakhir, serta posisi strategis Indonesia sebagai negara dengan cadangan emas terbesar keempat di dunia. Ia menekankan pentingnya peran emas sebagai alat stabilisasi ekonomi dan mendorong pembentukan bank emas yang dapat mendukung pembiayaan UMKM, memperkuat likuiditas sistem keuangan, serta memfasilitasi transaksi emas yang lebih inklusif melalui penurunan batas minimum pembiayaan dan perdagangan emas. Dr. Hakam juga merekomendasikan agar bank emas memiliki jaminan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan agar biaya penyelenggaraan ibadah haji berbasis standar emas demi menjaga daya beli masyarakat.
Dr. Handi Risza, Wakil Kepala CSED INDEF, turut menyoroti peran strategis Danantara dalam pengelolaan aset negara yang mencapai Rp8.938 triliun. Dengan potensi menjadi salah satu sovereign wealth fund terbesar di dunia, Danantara diharapkan dapat terlibat dalam penerbitan instrumen investasi syariah seperti sukuk untuk menarik investor Muslim global, khususnya dari Timur Tengah. Dana ini juga berpotensi mendanai sektor-sektor ekonomi syariah yang menjanjikan seperti makanan halal, modest fashion, serta media dan rekreasi. Diskusi ini menegaskan perlunya sinergi antar pemangku kepentingan, digitalisasi, serta kebijakan fiskal dan kelembagaan yang adaptif guna mengakselerasi pengembangan ekonomi syariah nasional secara berkelanjutan dan inklusif.