Monitoring Issue of Food, Energy and Sustainable Development – April 2025

Ketahanan Pangan dan Energi Indonesia di Tengah Perang Tarif

  1. Kerentanan ketahanan pangan Indonesia di tengah dinamika global masih bergantung pada impor
    pangan strategis, seperti gandum dan kedelai, sehingga rentan terhadap gejolak harga dunia dan
    fluktuasi nilai tukar. Melihat tensi dagang internasional, terutama hubungan Indonesia-AS, isu neraca perdagangan pangan menjadi semakin krusial. Walaupun neraca perdagangan pertanian Indonesia-AS berbalik surplus sejak 2021 akibat ekspor CPO dan komoditas perkebunan lainnya, subsektor tanaman pangan tetap mencatat defisit besar setiap tahun, mengindikasikan ketergantungan yang tinggi pada impor pangan pokok.
  2. Tekanan terhadap neraca ekspor akibat tarif AS berpotensi memperburuk pelemahan rupiah, menaikkan harga impor pangan, dan mendorong inflasi domestik. Meski tren harga komoditas pangan global (gandum, minyak nabati) saat ini cenderung menurun, depresiasi rupiah serta kemungkinan ketidakpastian baru akibat eskalasi perang dagang tetap menjadi ancaman serius terhadap stabilitas harga pangan nasional. Keterbukaan pasar tanpa mitigasi berisiko memperbesar volatilitas harga di tingkat konsumen.
  3. Wacana penghapusan kuota impor menawarkan peluang peningkatan efisiensi pasar dan penurunan harga pangan jangka pendek. Di sisi lain, liberalisasi penuh dapat mengancam daya saing petani lokal, memperbesar ketergantungan impor, dan melemahkan ketahanan pangan nasional jika tidak dibarengi dengan kebijakan proteksi sosial dan pembangunan produktivitas domestik. Harmonisasi regulasi teknis dan kesiapan adaptasi sektor pertanian menjadi prasyarat untuk mengoptimalkan manfaat sekaligus memitigasi risiko liberalisasi pangan.
  4. Penurunan harga energi terjadi akibat melemahnya permintaan global dan meningkatnya produksi dari negara produsen utama, sementara harga logam dasar seperti tembaga dan nikel tetap menguat karena permintaan dari sektor industri dan teknologi. Selain itu, ketahanan harga komoditas tambang juga ditopang oleh kebutuhan jangka panjang dalam transisi energi, meskipun kebijakan tarif baru dari pemerintahan Trump sempat memicu kekhawatiran pasar.
  5. Neraca perdagangan migas Indonesia masih mengalami defisit, khususnya terhadap Amerika Serikat dengan kontribusi sekitar 16% terhadap total defisit migas nasional. Meski sektor energi dikecualikan dari kebijakan tarif baru AS, pelemahan ekspor bahan tambang dan energi mulai terasa. Rencana pembukaan impor LNG dari AS menimbulkan potensi keuntungan diplomatik, namun juga menyimpan risiko terhadap defisit perdagangan, biaya infrastruktur, dan ketahanan energi nasional sehingga perlu dipertimbangkan secara cermat.

Hari & Tanggal

Time

Live

Share

Author

Publikasi Terkait