Diskusi Publik "Kebijakan APBN: Maju Kena, Mundur Kena"
INDEF | 24/05/2022
Materi Rusli Abdulah

Disrupsi supply dan konflik Rusia – Ukraina menyebabkan kenaikan harga komoditas, ketatnya kebijakan moneter dan likuiditas global. Hal ini akan mengganggu momentum pemulihan ekonomi. Kenaikan harga komoditas global menyebabkan kenaikan inflasi domestik yang akan menurunkan konsumsi masyarakat (sebagai kontributor terbesar PDB) dapat mengganggu momentum pemulihan ekonomi nasional. APBN berfungsi sebagai shock absorber dalam menjaga pemulihan ekonomi dan melindungi masyarakat. Secara asumsi makroekonomi stabilitas harga dengan menjaga daya beli masyarakat melalui target inflasi 2-4%, pertumbuhan ekonomi, harga minyak dunia jauh diatas asumsi makro kenaikan harga komoditas (harga minyak dunia mencapai $100 per barel sementara asumsi APBN $63 per barel) hal tersebut akan berdampak pada peningkatan pendapatan negara dan belanja pemerintah berupa alokasi kebutuhan peningkatan subsidi, kompensasi, dan peningkatan bansos, penyesuaian mandatory spending, penyesuaian dana bagi hasil, sehingga kesehatan APBN harus dikembalikan, defisit dalam batas aman di kisaran 4,50% PDB ditengah resiko global lainnya berupa kenaikan suku bunga The FED semakin cepat dan tajam yang berdampak pada suku bunga SUN (7.39% s.d 9.14%).
Untuk mencegah terjadinya pemburukan kondisi ekonomi makro dan keuangan, maka diperlukan langkah-langkah antisipatif dalam APBN 2022 untuk menampung belanja negara yang meningkat signifikan, hal tersebut didasarkan dengan Pasal 42 UU No 6 Tahun 2021 tentang Pasal Kedaruratan APBN, dimana kondisi saat ini tidak dapat berjalan secara efektif untuk mempertahankan daya beli masyarakat dan menjaga pemulihan ekonomi karena tidak cukup tersedia alokasi untuk menampung tambahan kebutuhan belanja subsidi, kompensasi BBM dan listrik, serta penebalan perlinsos.
Dampak terhadap perekonomian domestik perlu diwaspadai salah satunya dengan menjaga kesehatan keuangan Pertamina dan PLN dalam rangka menjaga stabilitas harga energi di dalam negeri. Fokus APBN menjadi dasar pada subsidi energi mengingat kebutuhan subsidi energi masih tinggi; skenario penambahan subsidi oleh pemerintah dan persetujuan DPR akan berdampak pada windfall tax dimana penerimaan pajak yang besar. Dari sisi belanja disasar dari pemangkasan belanja di beberapa K/L. Dari sisi energy isu subsidi tertutup masih menjadi fokus utama dengan menaikan harga non subsidi. Mekanisme adanya kompensasi energi dimana defisit tidak terlihat karena dibayarkan akhir tahun berjalan sehingga tidak masuk kedalam APBN. Oleh karena itu, penting bagi Indonesia untuk dapat menjaga stabilitas harga dan daya beli masyarakat melalui kebijakan fiskal yang efektif khususnya mekanisme subsidi energi yang mendukung momentum upaya pemulihan ekonomi Indonesia.