Tepatkah Penerapan Pajak Digital

Indonesia merupakan negara dengan potensi ekonomi digital yang terbesar di kawasan ASEAN. Dengan penduduk berjumlah 270 juta jiwa, besaran ekonomi digital Indonesia mencapai USD 70 juta per tahun 2021. Angka tersebut diperkirakan naik hingga dua kali lipat pada tahun 2025 mencapai USD146 juta. Besarnya potensi ekonomi digital di Indonesia membuat pemerintah mengeluarkan peraturan pemungutan pajak atas kegiatan ekonomi digital.

Tahap pertama adalah memungut Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10 persen dari transaksi ekonomi digital di entitas tertentu. Hasilnya adalah ada 94 perusahaan digital dengan jumlah pungutan pajak mencapai Rp3,75 triliun pada tahun 2021. Namun demikian, masih terdapat permasalahan yang terjadi di pelaksanaannya. Masalah pertama adalah tekanan dari pihak luar terkait penerapan pajak di ekonomi digital. Amerika Serikat melakukan investigasi untuk dapat memberikan tekanan balik kepada Indonesia.

Masalah kedua adalah keterbukaan data yang mengindikasikan setoran yang diterima oleh negara masih jauh dari potensi penerimaannya. Maka dari itu, ada dua rekomendasi kebijakan yang bisa dijadikan rujukan. Pertama, kebijakan pengenaan pajak digital perlu dilihat kembali dengan mengevaluasi aspek ekonomi biletaral dengan negara tertentu dan ketepatan data transaksi sebagai alat ukur utama kevalidan penerimaan pajak negara. Kedua, pemerintah menggunakan “equalization levy”, sebagai salah satu benchmarking kebijakan.

Hari & Tanggal

Waktu

Live

Bagikan

Penulis

  • Nailul Huda

    Nailul Huda adalah ekonom dengan pengalaman kerja lebih dari 9 tahun di INDEF. Nailul Huda meraih gelar Magister Ekonomi Pembangunan dan Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia. Keahliannya di bidang ekonomi digital, kompetisi bisnis, siklus bisnis, strategi bisnis, dan kebijakan publik. Karya-karyanya telah diterbitkan di jurnal ilmiah, makalah kebijakan, dan artikel populer di surat kabar.

Dyah Ayu Febriani

Publikasi Terkait