Menakar Efektivitas Kebijakan Subsidi vs DMO-DPO Minyak Goreng

  • Kenaikan harga CPO mendorong kenaikan harga minyak goreng. Sebagai barang kebutuhan pokok, kenaikan minyak goreng menimbulkan gejolak di masyarakat. Gejolak ini menjadi ironi di tengah fakta Indonesia sebagai penghasil terbesar CPO dunia. Pemerintah merespons dengan mengeluarkan dua jenis kebijakan dalam rangka meredam kenaikan harga minyak goreng yakni kebijakan subsidi minyak goreng dan Domestic Market Obligation (DMO)Domestic Price Obligation (DPO).
  • Kebijakan subsidi minyak goreng belum efektif menurunkan harga minyak goreng pada level HET Rp14.000/liter karena harga rata-rata minyak goreng nasional baik di pasar tradisional maupun modern untuk jenis minyak curah dan kemasan selama periode kebijakan subsidi masih di atas acuan HET tersebut.
  • Kebijakan tidak efektif disebabkan oleh dua hal utama: tidak tepat sasaran dan ketidaksiapan infrastruktur. Konsumsi minyak goreng rumah tangga 61% merupakan minyak curah, namun kebijakan yang dilakukan adalah subsidi pada minyak kemasan. Di sisi lain, infrastruktur untuk pelaksanaan subsidi minyak goreng kemasan dianggap lebih baik dibandingkan infrastruktur minyak goreng curah.
  • Ketidakefektifan kebijakan subsidi minyak goreng diganti pemerintah dengan kebijakan DMO-DPO yang berlaku per 1 Februari 2022. Kebijakan DMO mewajibkan eksportir minyak sawit untuk mengalokasikan 20 persen produksinya untuk pasar dalam negeri. Selain itu, CPO yang dialokasikan ke pasar dalam negeri dalam rangka pemenuhan DMO, akan dibeli dengan harga khusus melalui skema DPO.
  • Kebijakan DMO-DPO baru terlihat efektif setidaknya dalam satu bulan ke depan. Meski demikian, kebijakan DMO-DPO sudah memberikan dampak kepada entitas lain yakni petani. Kebijakan DMO-DPO telah mendorong harga TBS turun. Selain itu DMO – DPO memiliki beberapa perkiraan dampak: mendorong kenaikan harga CPO dunia dan munculnya pasar gelap.
  • Kebijakan penurunan harga minyak goreng perlu melibatkan stakeholder lain seperti Perum Badan Urusan Logistik (BULOG).

Hari & Tanggal

Waktu

Live

Bagikan

Penulis

  • Rusli Abdullah

    Menyelesaikan S1 Ilmu EKonomi dan Studi Pembangunan di Fakultas EKonomi UNDIP tahun 2008. Rusli mengawali karirnya sebagai peneliti di tahun 2006 dengan menjadi asisten peneliti di Laboratorium Studi Kebijakan Ekonomi (LSKE) Fakultas Ekonmi UNDIP Semarang. Pasca lulus, menjadi reporter Suara Merdeka di Kota mendoan Purwokerto di Desk Ekonomi Juni 2009-Agustus 2009. Setelah dari Suara Merdeka, bergabung dengan Institute for Economics Research and Sosial Studies (interess) di Semarang hingga April 2014. Rusli Abdulah melanjutkan magister nya di Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, FEB UNDIP tahun 2011-2013 dengan skema Beasiswa Unggulan Kemendikbud. Selain itu, Rusli juga menjadi research fellow di Pusat Kajian dan Pembangunan (Kajibang), LPPM, Universitas Diponegoro pada Januari 2011- Desember 2013. Memasuki April 2014, bergabung dengan INDEF. Per 1 Oktober 2023 cuti dalam rangka sekolah Doktoral di Graduate School of International Development, Nagoya University Jepang dengan beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Minat bidang penelitian ada di area Ekonomi Pembangunan, Ekonomi Pertanian, dan Ekonomi Politik

  • Tauhid Ahmad merupakan alumni program sarjana dan Doktoral IPB University serta Magister Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia. Berpengalaman dalam kegiatan penelitian, pelatihan serta advokasi kebijakan lebih dari 25 tahun dengan beragam spefisikasi keahlian di bidang keuangan negara dan moneter, desentralisasi fiskal dan otonomi daerah serta pertanian, industri dan perdagangan internasional. Mengawali karir sebagai peneliti di Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Jakarta hingga sebagai konsultan beragam kegiatan penelitian di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Pernah bekerja di Dewan Perwakilan Rakyat RepubIik Indonesia dan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia sebagai staf ahli dan mengelola jurnal Jurnal Ekonomi Indonesia Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI). Pengalaman lainnya pernah menjadi anggota kelompok kerja Komite Industri dan Ekonomi Nasional dalam mendorong kebijakan industri nasional. Selain itu juga memiliki pengalaman penelitian dan kerjasama dengan pelbagai lembaga pemerintah maupun lembaga internasional, seperti Bank Dunia, UNDP, UNCTAD, GIZ, Ford Fondation, maupun lainnya. Kini aktivias sehari-hari menjadi Direktur Eksekutif INDEF sejak tahun 2019 hingga saat ini serta menjadi pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta.

  • Abra P.G Talattov
  • Mirah mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi dari Universitas Hasanuddin, Makassar dengan spesifik isu ekonomi pembangunan. Mirah kemudian melanjutkan pendidikannya di University of Glasgow, Skotlandia pada jurusan ekonomi pembangunan. Hingga saat ini, Mirah sedang menyelesaikan program doktoral di Universitas Indonesia dengan mengambil topik penelitian tentang transisi energi di Indonesia. Sebelum bergabung di INDEF, Mirah pernah menjadi asisten peneliti di ISPEI, Makassar dan banyak menginvestasikan waktunya bergabung di organisasi kepemudaan internasional. Selama menjadi peneliti INDEF, Mirah pernah terlibat dalam tim penasihat Menteri Desa PDTT RI dan menjadi Staf Ahli DPD RI. Mirah sangat tertarik dengan isu pembangunan daerah, ketimpangan, kemiskinan, energi bersih, pangan, dan isu keberlanjutan. Sebelum bergabung di INDEF, Mirah pernah menjadi asisten peneliti di ISPEI, Makassar dan banyak menginvestasikan waktunya bergabung di organisasi kepemudaan internasional. Selama menjadi peneliti INDEF, Mirah pernah terlibat dalam tim penasihat Menteri Desa PDTT RI dan menjadi Staf Ahli DPD RI. Mirah memiliki keahlian di isu pembangunan daerah, ketimpangan, kemiskinan, energi bersih, pangan, dan isu keberlanjutan.

Publikasi Terkait