Evaluasi Program Bantuan Subsidi Upah (BSU) 2021

Tahun 2021 menjadi salah satu tahun terberat dalam menghadapi gelombang ketiga pandemi Covid-19 di Indonesia. Penyebaran varian delta yang terjadi pada akhir Triwulan-II 2021 mendorong Pemerintah melakukan kebijakan pembatasan mobilitas melalui Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Kebijakan yang perlu ditempuh demi mengurangi penyebaran Covid-19 ini memberikan implikasi pada berhentinya kegiatan ekonomi masyarakat, termasuk di dalamnya aspek ketenagakerjaan.

Untuk menjaga daya beli masyarakat ketika masa PPKM Darurat dan setelahnya, Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Republik Indonesia dan BPJS Ketenagakerjaan kembali memberikan Bantuan Subsidi Upah (BSU) yang sebelumnya sudah disalurkan pada tahun 2020. BSU 2021 dikhususkan untuk mereka yang bekerja di sektor esensial yang terdampak oleh PPKM Darurat dan memiliki upah di bawah Rp3,5 juta atau di bawah Upah Minimum Provinsi. Nominal yang diberikan kepada penerima manfaat tersebut sebesar Rp1 juta.

Tentunya, untuk mengetahui efektivitas kebijakan dan program yang dilahirkan, maka INDEF melakukan kajian empiris dengan mengumpulkan data primer melalui survei kepada para penerima manfaat BSU 2021 selama dua bulan dengan sampel 1,500 responden yang berada di 33 provinsi di Indonesia. Hasilnya, lebih dari 70% responden mengatakan bahwa BSU membantu mereka dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari terutama yang bersifat pokok seperti pangan, listrik dan air, kebutuhan sekolah anak dan kesehatan pada masa pandemi saat ini.

Meskipun dipandang bermanfaat, program BSU 2021 masih jauh dari kata sempurna. Salah satu permasalahan utama pada kegiatan survei ini adalah rendahnya response rate yang disebabkan oleh banyak dari responden yang berhak mendapatkan BSU belum mendapatkan BSU 2021. Hal ini disebabkan berbagai alasan seperti ketidaktahuan dan tidak dapat mengambil di bank syariah yang masih belum masuk sebagai Himbara. Permasalahan ini tentu menjadi catatan dalam merumuskan kebijakan dan program ketenagakerjaan agar Pemerintah dapat membangun sistem notifikasi terintegrasi antara pemangku kebijakan yakni Pemerintah, wali data yakni BPJS Ketenagakerjaan dan Bank sebagai penyalur bantuan. Di sisi lain, Pemerintah dan wali data perlu segera memberikan perhatian terhadap data basis penerima BSU yang saat ini dinilai perlu diperbaharui.

Hari & Tanggal

Waktu

Live

Bagikan

Penulis

  • Deniey A. Purwanto

    Setelah menyelesaikan studinya pada program studi Sarjana Ilmu Ekonomi di Universitas Airlangga, Deniey A. Purwanto melanjutkan studinya pada Program Magister Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia. Kemudian ia menamatkan studi pada program Doktoral Ilmu Ekonomi, Georg-August-Universität Göttingen Jerman, dengan predikat Cum Laude. Selain sebagai peneliti senior di INDEF, Deniey A. Purwanto juga sebagai pengajar di Departemen Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. Ia juga pernah menjadi konsultan di beberapa lembaga internasional seperti DFID, UNDP dan World Bank. Aktif menulis baik di media massa maupun jurnal ilmiah, Deniey A. Purwanto mendalami berbagai isu terkait kebijakan moneter dan perbankan, upah dan pasar tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkelanjutan, serta isu-isu pembangunan ekonomi lainnya seperti gender, pengangguran dan kemiskinan.

  • Andry meraih gelar sarjana di Universitas Katolik Parahyangan, Bandung. Berhasil menamatkan pendidikan magisternya di Studi Pembangunan, Institut Teknologi Bandung dengan predikat cum laude. Ia juga saat ini menjadi tenaga ahli anggota Komisi VI DPR RI. Sebelumnya, pernah menjadi asisten peneliti di Universitas Katolik Parahyangan dan Institut Teknologi Bandung. Minat penelitian Andry di bidang industri, perdagangan dan transportasi.

Ely Nurhayati, dan Fadhila Maulida

Publikasi Terkait