Proyeksi Ekonomi Indonesia

Proyeksi Ekonomi Indonesia 2023 “Mengelola Ketidakpastian Ekonomi di Tahun Politik”
INDEF | 05/12/2022
Ekonomi Dunia diperkirakan akan menghadapi ketidakpastian pada 2023. Hal ini menyusul fenomena inflasi tinggi global dan respon kenaikan suku bunga serentak. Inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan di seluruh dunia (terutama di Amerika Serikat dan Eropa) memicu kondisi keuangan yang lebih ketat. Indonesia juga akan menghadapi tahun politik pada 2023, dimana kegiatan awal persiapan pesta demokarasi serentak mulai berlangsung sepanjang tahun depan. Hal ini diprediksi akan membawa pengaruh terhadap kinerja ekonomi domestik.

Adu Strategi Hadapi Perang Dagang
Tim Peneliti INDEF | 28/11/2018
Perjalanan ekonomi Indonesia selama hampir satu tahun ini diwarnai dengan berbagai tantangan yang tidak ringan. Nilai tukar Rupiah yang pada 2017 cenderung stabil justru mengalami pelemahanan sejak Februari 2018. Bahkan, depresiasi Rupiah tembus Rp15.000 per USD ketika memasuki awal Oktober 2018. Padahal asumsi kurs Rupiah dalam APBN 2018 dipatok hanya sebesar Rp13.400 per USD. Faktor fundamental berupa melebarnya defisit neraca transaksi berjalan yang berpadu dengan peningkatan ketidakpastian perekonomian global akibat agresifitas normalisasi suku bunga acuan Amerika Serikat dan perang dagang dituding menjadi penyebab utama Rupiah melemah.
Stabilitas Tanpa Akselerasi
Tim Peneliti INDEF | 01/12/2017
Pertumbuhan ekonomi yang terjadi saat ini bukanlah situasi ‘new normal’’. Berbagai data makroekonomi yang cukup stabil dan rentetan pengakuan cerahnya prospek ekonomi Indonesia oleh dunia internasional, harusnya dapat menjadi modal awal untuk lepas landas dari landainya pertumbuhan ekonomi dalam tiga tahun terakhir. Oleh karena itu, Proyeksi Ekonomi Indonesia (PEI) 2018 INDEF kali ini mengangkat tema: “Stabilitas Tanpa Akselerasi”, yang merupakan bagian dari upaya INDEF untuk menggugah pemerintah agar segera memaksimalkan momentum stabilitas makroekonomi bagi peningkatan pertumbuhan dan kesejahteraan masyarakat.

Menguji Ketangguhan Ekonomi Indonesia
Tim Peneliti INDEF | 07/12/2016
Kondisi perekonomian Indonesia selama tahun 2016 dipenuhi dengan sejumlah hambatan. Berbagai indicator seperti pertumbuhan ekonomi yang cenderung melambat, nilai tukar rupiah yang melemah di akhir tahun, hingga angka penyerapan tenaga kerja yang terus menurun menjadi bukti ketangguhan ekonomi sedang di uji. Di tengah berbagai hambatan, perekonomian nasional juga dihadapkan pada sejumlah ketidakpastian yang terjadi di level global antara lain moderatnya pertumbuhan ekonomi China, rencana kenaikan suku bunga the Fed, Brexit, serta Trump Effect.

Mengelola Ekspektasi
Tim Peneliti INDEF | 26/11/2015
Perfoma ekonomi Indonesia selama 2015 tergolong mengecewakan. Berbagai indikator seperti: pertumbuhan ekonomi terendah sejak 2009, nilai tukar rupiah terus melemah terhadap dollar AS, bahkan hampir menyentuh 15.000 per US$, angka kemiskinan dan pengangguran yang meningkat, lonjakan inflasi bahan makanan, dll. Memburuknya kinerja ekonomi Indonesia selama 2015 tidak terlepas dari faktor eksternal khususnya ketidakpastian kenaikan suku bunga the Fed dan juga pelemahan ekonomi Cina. Kedua faktor ini mendorong tingginya ketidakpastian tidak hanya di Indonesia tetapi juga perekonomian global, baik di negara-negara berkembang dan juga negara-negara maju.

Tantangan Kabinet Kerja Memenuhi Ekspektasi
Tim Peneliti INDEF | 26/11/2014
The 2015 INDEF Economic Projection is at odds with the beginning of Indonesia's new government. Public attention is also inseparable from the high hopes for the promised programs of the new government, namely the improvement of the Indonesian economy as a whole. The democratic economy platform that is carried out by the Jokowi-JK Government is expected to be able to answer the challenges and problems of this nation's economy.

Akankah Krisis Berlanjut?
Tim Peneliti INDEF | 25/11/2013
Pada 2013 perekonomian Indonesia dihadapkan pada ‘quarto deficits’ yang menunjukkan pelemahan sendi-sendi fundamental perekonomian nasional. Sungguh pun pertumbuhan ekonomi masih dapat mencapai 5,82 persen hingga triwulan III 2013. Namun, melihat begitu cepatnya nilai tukar rupiah melemah dan berlanjutnya deficit transaksi berjalan, menjadi relevan untuk mempertanyakan akankah krisis ekonomi keuangan Indonesia akan berulang di masa mendatang?

Pembangunan Diatas Pijakan Rapuh
Tim Peneliti INDEF | 11/12/2012
Di tengah melambatnya kinerja perekonomian global akibat lambannya pemulihan krisis Amerika Serikat dan Uni Eropa, pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga Triwulan III- 2012 mencatatkan diri sebagai nomor dua di Asia, yaitu sebesar 6,29 persen. Capaian pertumbuhan ekonomi ini diikuti oleh tingkat inflasi yang cukup terjaga, di angka 4,32 persen yoy (year on year) per November 2012; nilai tukar yang relatif stabil, sebesar Rp9.613 per dollar Amerika Serikat pada 6 Desember 2012; serta cadangan devisa yang mencapai US$110.297 juta per Oktober 2012. Namun, jauh panggang dari api, relatif stabilnya kinerja makro ekonomi Indonesia sepanjang 2012 tersebut terasa rapuh, karena tidak segera tertransmisikan pada perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat secara nyata. Produk Domestik Bruto/PDB yang hingga Triwulan III-2012 mencapai Rp6.151,6 triliun (atas dasar harga berlaku) ternyata diikuti dengan jumlah pengangguran dan kemiskinan yang masih tinggi, serta diperparah dengan tingkat ketimpangan yang melebar. Hingga Agustus 2012 jumlah pengangguran masih 7,24 juta orang; jumlah penduduk miskin masih sebanyak 29,13 juta orang; serta indeks Rasio Gini -yang merupakan salah satu indikator umum untuk mengukur tingkat ketimpangan ekonomi- naik dari 0,33 pada 2004 menjadi 0,41 pada 2011. Ini merupakan nilai ketimpangan paling parah sejak Indonesia merdeka.

Badai Krisis Ekonomi dan Jebakan Liberalisasi
Tim Peneliti INDEF | 29/11/2011
Mengingat besarnya pengaruh krisis UE dan berlanjutnya krisis AS terhadap perekonomian Indonesia 2012 maka perlu dianalisis dampaknya, serta sejauh mana kesiapan pemerintah dalam menyiapkan amunisi kebijakan moneter dan fiskal mengantisipasi krisis tersebut. Pada sisi lain, jebakan liberalisasi juga harus dihindari agar tumbuhnya perekonomian dalam negeri dapat dinikmati sebesar-besarnya oleh bangsa sendiri.