Masa Depan Sawit Indonesia Di Pasar Uni Eropa Pasca Covid-19

Produk minyak sawit banyak mengalami hambatan dan diskriminasi dari Uni Eropa. Saat ini setidaknya ada beberapa produk legislasi yang dikeluarkan dan berencana dikeluarkan oleh Uni Eropa (Parlemen dan Komisi) yang terkait dengan hal tersebut. Regulasi tersebut diantaranya adalah RED II, EU Legislation on Forest/EU Due Dilligence, Standard Safety/3MCPD, dan Food Labelling. Selain itu juga banyak kampanye negatif yang dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) terhadap sawit yang pada akhirnya mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap sawit.  Banyak alasan yang dikemukakan diantaranya  industri ini memberikan implikasi dari sisi lingkungan maupun pelanggaran hak asasi manusia. Namun sejatinya semua ini merupakan persaingan dagang antara minyak nabati dunia, sawit melawan minyak nabati lainnya.

Pasar Uni Eropa sendiri menempati posisi yang cukup besar yakni sekitar 14,5 persen dari total keseluruhan pasar ekspor Crude Palm Oil (CPO) di Indonesia yang hingga Januari-September 2020 sebesar US$ 11,5 miliar. Implikasi diskriminasi parlemen Uni Eropa ini akan menurunkan pasar ekspor Indonesia secara keseluruhan maupun berdampak pada negara-negara yang akan meniru kebijakan diskriminasi tersebut. Mengingat banyak negara di luar Uni Eropa yang dalam beberapa tahun mendatang juga mengedepankan isu lingkungan sebagai diplomasi ekonomi dan politiknya.

Konsekuensi terbesarnya adalah ada risiko bahwa tindakan non-tarif yang lebih besar akan memberikan hambatan perdagangan yang sama-sama mahal untuk ekspor terbesar Indonesia.   Dimungkinkan pula bahwa bahwa minyak sawit yang dikecualikan pada IE-CEPA akan menambah persepsi bahwa minyak sawit menjadi barang yang sangat sensitif. Selain itu kampanye oleh Uni Eropa terus dilakukan agar pasar rapeseed dan bunga matahari Eropa untuk makanan dan biofuel dapat bersaing dalam jangka panjang. Di saat yang bersamaan, pandemi Covid—19 memberikan hambatan perdagangan berbagai komoditas, tidak terkecuali komoditas sawit.

Bagi Indonesia, selain salah satu produk ekspor utama Indonesia, komoditas sawit juga menyumbang sekitar 17 persen dari produk domestik di Indonesia. Apalagi diperkirakan setidaknya terdapat 16 juta orang yang menggantungkan hidupnya pada komoditas ini. Situasi ini akan memberikan gambaran  yang cukup besar bahwa minyak sawit memiliki pengaruh pada kesejahteraan petani dan upaya pengentasan kemiskinan yang saat ini menjadi pekerjaan rumah setelah diperkirakan kemiskinan akan melonjak sebesar  di atas 10 persen pada tahun 2021 mendatang.  Apalagi, pada masa pasca pandemi Covid—19, pemulihan ekonomi membutuhkan dukungan banyak sektor, khususnya poduk sawit dan turunannya.

Bagikan

Penulis

Media Terkait