Reducing Poverty, Improving Sustainability: Palm Oil Smallholders are Key to Meeting the UN SDGs

Dari total produksi minyak sawit secara global, 40% di antaranya dihasilkan oleh petani kecil (smallholder farmers). Hal ini menunjukkan peranan penting petani kecil, khususnya untuk sektor perkebunan kelapa sawit dalam perekonomian negara berkembang karena peran mereka dalam mengurangi kemiskinan dan meningkatkan manfaat sosial di daerah perdesaan Asia Tenggara. Di Indonesia, lokasi persebaran kelapa sawit yang luas menunjukkan tingkat kemiskinan yang lebih rendah. Budidaya kelapa sawit terbukti memberikan manfaat bagi petani kecil serta masyarakat lokal setempat. Beberapa keuntungan lainya adalah tingginya angka pendapatan, kesempatan kerja yang banyak, dan performa sektor perkebunan yang dapat meningkatkan infrastruktur kesehatan dan pendidikan.

Namun, petani kecil kelapa sawit berisiko terputus dari rantai pasok global akibat adanya peraturan negara barat, khususnya dari Uni Eropa. Kepentingan pertanian negara maju (dan kuat secara politik) di Eropa lebih diutamakan daripada menjaga pasar tetap terbuka dan memenuhi komitmen yang lebih luas terhadap tujuan Sustainable Development Goals (SDGs). Dengan demikian, negara maju akan menuntut lebih banyak dari petani kecil di negara berkembang seperti sertifikasi dan kontribusi terhadap penurunan iklim. Namun demikian, para petani kecil tidak mendapatkan bantuan apa pun untuk dapat memenuhi kriteria tersebut kecuali ancaman pemutusan akses pasar mereka. Keadaan ini sudah banyak didiskusikan dan dikategorisasikan sebagai “neo-kolonialisme hijau”.

Diskriminasi Uni Eropa (UE) terhadap petani kecil kelapa sawit sangat luas, termasuk the EU Renewable Energy Directive (RED) II dan rencana Due Diligence Regulation yang dirancang untuk melemahkan akses penjualan minyak sawit Indonesia ke pasar global. Selain itu, UE juga telah berupaya memberlakukan hambatan tarif termasuk antidumping dan countervailing duties pada biodiesel Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.

Sayangnya, UE tidak mempertimbangkan mata pencaharian petani kecil atau pembangunan ekonomi di negara berkembang. Policy brief ini menguraikan tentang bagaimana petani kecil kelapa sawit berkontribusi pada tujuan ekonomi dan sosial yang diinginkan, serta bagaimana pendekatan UE yang dengan sengaja membatasi tujuan tersebut.

Hari & Tanggal

Time

Live

Share

Author

  • Tauhid Ahmad merupakan alumni program sarjana dan Doktoral IPB University serta Magister Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia. Berpengalaman dalam kegiatan penelitian, pelatihan serta advokasi kebijakan lebih dari 25 tahun dengan beragam spefisikasi keahlian di bidang keuangan negara dan moneter, desentralisasi fiskal dan otonomi daerah serta pertanian, industri dan perdagangan internasional. Mengawali karir sebagai peneliti di Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Jakarta hingga sebagai konsultan beragam kegiatan penelitian di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Pernah bekerja di Dewan Perwakilan Rakyat RepubIik Indonesia dan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia sebagai staf ahli dan mengelola jurnal Jurnal Ekonomi Indonesia Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI). Pengalaman lainnya pernah menjadi anggota kelompok kerja Komite Industri dan Ekonomi Nasional dalam mendorong kebijakan industri nasional. Selain itu juga memiliki pengalaman penelitian dan kerjasama dengan pelbagai lembaga pemerintah maupun lembaga internasional, seperti Bank Dunia, UNDP, UNCTAD, GIZ, Ford Fondation, maupun lainnya. Kini aktivias sehari-hari menjadi Direktur Eksekutif INDEF sejak tahun 2019 hingga saat ini serta menjadi pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta.

  • Mirah mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi dari Universitas Hasanuddin, Makassar dengan spesifik isu ekonomi pembangunan. Mirah kemudian melanjutkan pendidikannya di University of Glasgow, Skotlandia pada jurusan ekonomi pembangunan. Hingga saat ini, Mirah sedang menyelesaikan program doktoral di Universitas Indonesia dengan mengambil topik penelitian tentang transisi energi di Indonesia. Sebelum bergabung di INDEF, Mirah pernah menjadi asisten peneliti di ISPEI, Makassar dan banyak menginvestasikan waktunya bergabung di organisasi kepemudaan internasional. Selama menjadi peneliti INDEF, Mirah pernah terlibat dalam tim penasihat Menteri Desa PDTT RI dan menjadi Staf Ahli DPD RI. Mirah sangat tertarik dengan isu pembangunan daerah, ketimpangan, kemiskinan, energi bersih, pangan, dan isu keberlanjutan. Sebelum bergabung di INDEF, Mirah pernah menjadi asisten peneliti di ISPEI, Makassar dan banyak menginvestasikan waktunya bergabung di organisasi kepemudaan internasional. Selama menjadi peneliti INDEF, Mirah pernah terlibat dalam tim penasihat Menteri Desa PDTT RI dan menjadi Staf Ahli DPD RI. Mirah memiliki keahlian di isu pembangunan daerah, ketimpangan, kemiskinan, energi bersih, pangan, dan isu keberlanjutan.

Ilma Fadhil
Attachment

Publikasi Terkait