Peran Sektor Rancang Bangun Industri (EPC) dalam Mewujudkan Transisi Energi dan Dampaknya bagi Makro Ekonomi

Upaya untuk mencapai target penurunan emisi tentunya menghadapi tantangan besar karena Indonesia masih memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap energi fosil, di antaranya bauran energi minyak bumi sebesar 32,2%, batubara 37,2%, gas 18,9%, dan EBT baru mencapai 11,7% (Kementerian ESDM, 2023). Di masa depan, EBT semakin penting untuk mengurangi dampak perubahan iklim dan menjaga ketahanan energi. Mengacu Green RUPTL, pengembangan EBT akan menghasilkan total investasi sekitar US$55,18 miliar dan membuka 281.566 lapangan kerja baru, serta mengurangi emisi GRK sebesar 89 juta ton CO2e. Selain itu, pemanfaatan EBT untuk green industry juga dapat dilakukan dengan program REBID (Renewable Energy Based Industrial Development) yang merupakan upaya percepatan pemanfaatan energi terbarukan skala besar di daerah yang memiliki potensi sumber energi terbarukan yang melimpah dan permintaan (demand) energi yang rendah.

Agar tetap dapat bersaing serta menghindari penolakan global terhadap karbon, industri perlu segera bertransisi pada penggunaan energinya. Di sinilah peranan jasa rancang bangun industri (EPC) dalam memanfaatkan energi ramah lingkungan serta membentuk strategi bisnis dengan mulai beralih dari penggunaan energi fosil ke energi baru terbarukan sebagai sumber energi utamanya. Salah satu sumber energi bersih masa depan yang ramah lingkungan yang dapat dieksplorasi adalah hidrogen dan amonia hijau. Hidrogen dan amonia telah diidentifikasi sebagai bahan bakar rendah karbon yang menjadi bagian penting dalam peta jalan transisi energi, di mana Indonesia diyakini dapat memainkan peran kunci dalam memproduksi hidrogen dan amonia hijau di dunia. Pengembangan hidrogen hijau (green hidrogen) memegang peranan strategis dalam mengejar target dekarbonisasi sistem energi global. Sektor industri dapat menjadi sasaran utama untuk akselerasi sumber energi yang dinilai sebagai salah satu kontributor transisi energi.

Dalam tatanan implementasi, penurunan emisi karbon harus diawali dengan proses transisi energi di berbagai bidang, khususnya di sektor industri. Perlu adanya jasa rancang bangun dan konstruksi industri yang membuat model ideal pembangunan industri yang ramah lingkungan. Dalam kegiatan perencanaan industri, terdapat bidang Jasa Engineering, Procurement, dan Construction (EPC) atau jasa rancang bangun dan konstruksi industri yang menjadi salah satu jasa yang sangat dibutuhkan dalam membangun ekosistem industri manufaktur. Jasa Engineering, Procurement, and Construction (EPC) dapat menjadi lokomotif pembangunan industri, serta merupakan integrator dalam pembangunan ekosistem industri.

Hari & Tanggal

Time

Live

Share

Author

  • Tauhid Ahmad merupakan alumni program sarjana dan Doktoral IPB University serta Magister Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia. Berpengalaman dalam kegiatan penelitian, pelatihan serta advokasi kebijakan lebih dari 25 tahun dengan beragam spefisikasi keahlian di bidang keuangan negara dan moneter, desentralisasi fiskal dan otonomi daerah serta pertanian, industri dan perdagangan internasional. Mengawali karir sebagai peneliti di Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Jakarta hingga sebagai konsultan beragam kegiatan penelitian di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Pernah bekerja di Dewan Perwakilan Rakyat RepubIik Indonesia dan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia sebagai staf ahli dan mengelola jurnal Jurnal Ekonomi Indonesia Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI). Pengalaman lainnya pernah menjadi anggota kelompok kerja Komite Industri dan Ekonomi Nasional dalam mendorong kebijakan industri nasional. Selain itu juga memiliki pengalaman penelitian dan kerjasama dengan pelbagai lembaga pemerintah maupun lembaga internasional, seperti Bank Dunia, UNDP, UNCTAD, GIZ, Ford Fondation, maupun lainnya. Kini aktivias sehari-hari menjadi Direktur Eksekutif INDEF sejak tahun 2019 hingga saat ini serta menjadi pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta.

  • Rusli Abdullah

    Menyelesaikan S1 Ilmu EKonomi dan Studi Pembangunan di Fakultas EKonomi UNDIP tahun 2008. Rusli mengawali karirnya sebagai peneliti di tahun 2006 dengan menjadi asisten peneliti di Laboratorium Studi Kebijakan Ekonomi (LSKE) Fakultas Ekonmi UNDIP Semarang. Pasca lulus, menjadi reporter Suara Merdeka di Kota mendoan Purwokerto di Desk Ekonomi Juni 2009-Agustus 2009. Setelah dari Suara Merdeka, bergabung dengan Institute for Economics Research and Sosial Studies (interess) di Semarang hingga April 2014. Rusli Abdulah melanjutkan magister nya di Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, FEB UNDIP tahun 2011-2013 dengan skema Beasiswa Unggulan Kemendikbud. Selain itu, Rusli juga menjadi research fellow di Pusat Kajian dan Pembangunan (Kajibang), LPPM, Universitas Diponegoro pada Januari 2011- Desember 2013. Memasuki April 2014, bergabung dengan INDEF. Per 1 Oktober 2023 cuti dalam rangka sekolah Doktoral di Graduate School of International Development, Nagoya University Jepang dengan beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Minat bidang penelitian ada di area Ekonomi Pembangunan, Ekonomi Pertanian, dan Ekonomi Politik

Alya Mauritza Firlana
Attachment

Publikasi Terkait