Ekonomi Politik Persaingan Pilkada 2024

INDEF menyelenggarakan diskusi publik bertema “Ekonomi Politik Persaingan Pilkada 2024” yang diselenggarakan pada Kamis, 5 September 2024. Acara ini dilaksanakan secara daring melalui platform Zoom dan disiarkan langsung di YouTube. Acara diawali dengan pembukaan oleh Dr. Esther Sri Astuti selaku Direktur Eksekutif INDEF, lalu dilanjutkan dengan pemantik diskusi berupa penyampaian hasil kajian “Rapid Assessment Persaingan Sehat di beberapa Pilkada 2024” oleh Berly Martawardaya (Direktur Riset INDEF). Selain itu, terdapat juga pembicara lain seperti Aditya Perdana (Pengajar Ilmu Politik Universitas Indonesia dan Direktur Eksekutif Algoritma Research and Consulting) dan Khoirunnisa Nur Agustyati (Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi).

Paparan “Rapid Assessment Persaingan Sehat di Pilkada 2024” yang disampaikan oleh Berly Martawardaya dalam menilai persaingan pilkada yang sehat dilakukan dengan pendekatan persepektif ekonomi menggunakan Indeks Herfindahl-Hirschman (HHI). Indeks tersebut biasa digunakan untuk mengukur konsentrasi pasar, di mana semakin tinggi HHI, menandakan semakin monopolistik suatu pasar. Persaingan politik yang sehat menciptakan lingkungan demokratis yang lebih dinamis, mendorong terciptanya kebijakan yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Sebaliknya, persaingan politik yang tidak sehat, seperti dominasi calon tunggal atau koalisi besar, dapat menghambat inovasi kebijakan dan merusak transparansi, yang pada akhirnya berdampak negatif pada pembangunan ekonomi daerah dan nasional.

Oligarki politik atau koalisi gemuk yang mendominasi dapat mengurangi daya saing di tingkat politik, yang berdampak buruk pada pengambilan keputusan kebijakan ekonomi. Persaingan politik yang sehat memastikan lebih banyak pilihan bagi pemilih, yang berpotensi menghasilkan kebijakan ekonomi yang lebih baik dan menguntungkan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Saat ini masih terdapat 41 daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon dalam Pilkada 2024. Hal ini menandakan kurangnya persaingan politik yang sehat. Selain itu, banyak Pilkada didominasi oleh paslon yang didukung koalisi besar partai politik dengan lebih dari 50% suara pemilu legislatif (pileg), menciptakan ketimpangan yang merugikan demokrasi. Biaya politik yang tinggi dalam Pilkada menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi pencalonan pasangan calon (paslon). Kondisi ini menciptakan hambatan bagi kandidat potensial dengan kapasitas dan visi yang baik namun tidak memiliki sumber daya finansial yang memadai.

Bagikan

Penulis

Media Terkait